Blogger Jateng

Bulan Safar: Mitos, Realitas, dan Makna dalam Islam


"Bulan Safar" adalah salah satu bulan dalam kalender Hijriah, yang sering kali disertai dengan berbagai keyakinan, mitos, dan tradisi di beberapa budaya dan masyarakat. Dalam kajian ini, kita akan membahas asal-usul bulan Safar, pandangan Islam tentangnya, dan beberapa pandangan populer yang mungkin beredar di sekitar bulan ini:

1. Asal-Usul dan Arti:

Bulan Safar adalah bulan kedua dalam kalender Hijriah, setelah bulan Muharram. Secara linguistik, "Safar" dalam bahasa Arab berarti "kosong" atau "terlantar," meskipun tidak ada hubungan langsung antara makna ini dengan keyakinan dan tradisi yang terkait dengan bulan ini. Bulan ini juga dikenal sebagai "Safar al-Muzaffar," yang berarti "Safar yang dimuliakan." Nama ini merujuk pada kepercayaan bahwa Nabi Muhammad melakukan beberapa peristiwa penting selama bulan Safar.

Kata Safar sendiri terdiri dari tiga huruf shad, fa’, dan ra’ bila digabung akan memiliki variasi cara baca dan memiliki banyak arti. Dalam kamus Lisanul ‘Arab karya Ibnu Mandzur, kata ini dapat berarti warna kuning (Shufrah) dapat pula berarti kosong (Shafar). (Ibnu Mandzur, Lisanul ‘Arab, Beirut, juz 4, hlm. 460-462)

Adapun penamaan Safar lebih dekat pada makna kedua yakni Safar yang berarti kosong. Sebab pada bulan ini, orang Arab bepergian, mengosongkan rumah dan kota untuk perang, setelah tiga bulan sebelumnya merupakan bulan hurum/haram di mana perang mutlak dilarang. (Muhammad Abu Syuhbah, as-Sirah an-Nabawiyyah ‘ala Dlauil Quran was Sunnah, Darul Qalam juz 1 hlm. 140)

Akibatnya, konon, sampai dikatakan kota Makkah kosong melompong pada bulan tersebut kecuali orang yang tidak mampu sebab miskin, tidak memiliki bekal cukup untuk melakukan perjalanan.

Orang-orang yang ditinggal ini mengeluh seraya berkata, “Shafira an-Nasu minna shafaran (Orang-orang mengosongkon kota (meninggalkan) kita sebab kita miskin (kosong/tidak memiliki harta).” (al-Mufasshal fi Tarikhil ‘Arab qablal Islam, juz 6 hlm. 120)

Kebiasaan Orang Arab menamai bulan-bulan Mereka

Dalam Kitab Hawaasyi as-syarwaany III/371 Hasyiah daripada kitab Tuhfatul Muhtaj mengutipkan

( لأن وضع اسمه الخ ) عبارة المغني والنهاية لأن العرب لما أرادت أن تضع أسماء الشهور وافق أن الشهر المذكور كان في شدة الحر فسمي بذلك كما سمي الربيعان لموافقتهما زمن الربيع اه قوله ( وكذا في بقية الشهور ) عبارة المصباح في مادة ج م د ويحكى أن العرب حين وضعت الشهور وافق الوضع الأزمنة فاشتق للشهور معان من تلك الأزمنة ثم كثر حتى استعملوها في الأهلة وإن لم توافق ذلك الزمان فقالوا رمضان لما ارمضت الأرض من شدة الحر وشوال لما شالت الإبل بأذنابها للظروف وذو القعدة لما ذللوا القعدان للركوب وذو الحجة لما حجوا والمحرم لما حرموا القتال أو التجارة والصفر لما غزوا وتركوا ديار القوم صفرا وشهر ربيع لما أربعت الأرض وأمرعت وجمادى لما جمد الماء ورجب لما رجبوا الشجر وشعبان لما أشعبوا مثل العود انتهت اه ع ش

Keterangan dalam kitab alMughni dan an-Nihaayah “karena kebiasaan orang arab saat menamai bulan disesuaikan dengan keadaan zamannya, mereka menamai ramadhan karena bulan ini bertepatandengan masa terik panas seperti mereka menamai dua bulan robii’ (robiiul awal dan robii’us tsani) karena bertepatan dengan musim semi, begitu juga bulan-bulan lain meskipun kenyataannya pada musim-musim tertentu tidak sesuai dengan apa yang mereka namai.

Ramadhan = saat bumi terbakar karena panas yang terik
Syawwal = saat unta menaikkan ekornya pada wadah
Dzul Qa’dah = saat merendahkan kendaran untuk dinaiki
Dzul hijjah = saat menjalani haji
Muharram = saat diharamkan peperangan atau niaga
Shofar = saat orang arab meninggalkan rumah mereka dalam keadaan kosong
Robii’ (awal dan tsani) = saat musim semi
Jumada (ula dan tsani) = saat air membeku
Rojab = saat pepohonan berduri
Sya’ban = saat mereka meninggalkan untuk selama-lamanya seperti kembali

2. Pandangan Islam:

Dalam Islam, tidak ada bukti atau rujukan yang sahih dari Nabi Muhammad yang mengindikasikan bahwa bulan Safar memiliki keistimewaan khusus atau adanya halangan dalam melakukan pernikahan, bisnis, atau aktivitas lainnya selama bulan ini. Pandangan Islam menekankan bahwa tindakan manusia tidak terpengaruh oleh bulan atau waktu tertentu, tetapi oleh takdir dan kehendak Allah.

Nabi Muhammad SAW, dalam salah satu riwayat hadits dengan tegas berkata:

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ

"Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak benar adanya thiyarah (mengaitkan nasib buruk dengan apa yang dilihat atau didengar), tidak benar adanya burung yang menunjukkan akan ada anggota keluarga yang mati, dan tidak benar beranggapan adanya nasib sial di bulan Safar." (HR Bukhari no 5316)

Maksud dari hadis tersebuat adalah peniadaan segala bentuk kepercayaan pada makhluk baik berupa penyakit, benda (jimat), binatang, bulan tertentu dan semacamnya yang dipandang membawa kesialan atau mara bahaya. Hal tersebut karena, pertama: Allah-lah yang menciptakan, mengatur, menguasai, mengizinkan segala sesuatu terjadi sesuai dengan takdir-Nya. (QS. Yunus: 31-33). Tanpa izin Allah, tentu semua kepercayaan itu hanya pepesan kosong belaka.

Kedua, Rasulullah SAW mengganti kepercayaan buruk dengan cara berpikir positif bahwa yang bermanfaat bagi manusia terhadap sesamanya dan Allah SWT adalah berpikir baik dan positif dalam bentuk perkataan baik sebab perkataan baik merupakan representasi pikiran yang baik.

Ketiga, berkeyakinan bahwa tidak ada yang dapat membahayakan manusia selama dirinya mengingat terus Allah dan berpegang teguh pada agama-Nya. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang dipalingkan dari keperluannya oleh perasaan bernasib sial, maka sungguh dia telah bersuat syirik."

Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa penebus perasaan itu." Beliau menjawab, "Salah seorang dari kalian mengucapkan, ‘Wahai Allah, tidak ada kebaikan melainkan kebaikan-Mu. Tidak ada kesialan kecuali kesialan yang engkau takdirkan dan tidak ada sembahan selain-Mu’." (HR. Ahmad).

Dari petunjuk Rasulullah SAW tersebut tampak jelas bahwa tidak manusia, benda, binatang, hari maupun bulan yang membuat diri kita menjadi sial, kecuali kesialan yang kita ciptakan sendiri dalam bentuk perbuatan buruk, dosa dan melanggar aturan agama.

3. Mitos dan Keyakinan Populer:

Meskipun pandangan Islam menegaskan bahwa tidak ada yang istimewa dalam bulan Safar, beberapa mitos dan keyakinan populer tetap beredar di masyarakat. Beberapa orang mungkin menganggap bulan ini sebagai bulan "sial" atau penuh tantangan, yang dapat menyebabkan ketidakberuntungan atau bahaya. Namun, pandangan semacam ini tidak memiliki dasar kuat dalam ajaran agama Islam.

Para ulama terdahulu sependapat bahwa Allah SWT banyak menurunkan musibah pada Rabu terakhir bulan Safar.

Ulama ahli ma’rifat juga menyebutkan bahwa di setiap tahun akan turun 320.000 bala, yang semuanya diturunkan pada hari Rabu terakhir bulan Safar.

Dengan situasi seperti itu membuat hari tersebut disebut sebagai Yaumi Nahsin Musta’mir atau hari yang paling sulit di setiap tahun.

Namun, itu bukan alasan untuk menganggap bulan Safar adalah bulan sial. Justru sebaliknya, umat Islam harus menganggap bahwa pada bulan Safar Allah SWT sedang memberikan ujian besar kepada umat-Nya.

Selain itu, baik di dalam Al-Qur'an ataupun hadis, diterangkan bahwa Allah SWT melarang umat-Nya untuk mengkhususkan hari atau bulan tertentu sebagai sesuatu yang dianggap kesialan, termasuk bulan Safar.

Maka ketika musibah dianggap ujian, setiap orang akan berusaha melewatinya dengan sebaik mungkin agar mendapat nilai yang baik.

Terdapat beberapa keutamaan bulan Safar yang harus diketahui oleh umat Islam, yakni:

1. Memperkuat Keimanan

Umat Islam meyakini bahwa bulan Safar sama seperti bulan-bulan lain sehingga diharapkan untuk selalu melakukan ibadah dan amalan saleh yang dicintai oleh Allah SWT.

Ini akan memperkuat keimanan karena tidak mempercayai bulan Safar merupakan bulan sial karena segala sesuatu hanya terjadi atas izin Allah SWT.

Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:

وَاِنْ يَّمْسَسْكَ اللّٰهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهٗ ٓاِلَّا هُوَ ۚوَاِنْ يُّرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَاۤدَّ لِفَضْلِهٖۗ يُصِيْبُ بِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖ ۗوَهُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

(Wa iy yamsaskallāhu biḍurrin fa lā kāsyifa lahū illā huw, wa iy yuridka bikhairin fa lā rādda lifaḍlih, yuṣību bihī may yasyā`u min 'ibādih, wa huwal-gafụrur-raḥīm)

Artinya: “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, tak ada yang dapat menolak karunia-Nya.

Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Yunus: 107).

2. Yakin Akan Ketetapan Allah SWT

Ini adalah bentuk keimanan kepada qada dan qadar dari Allah SWT. Sebab dalam Alquran, Allah SWT berfirman:

قُلْ لَّنْ يُّصِيْبَنَآ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلٰىنَا وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ

(Qul lay yuṣībanā illā mā kataballāhu lanā, huwa maulānā wa 'alallāhi falyatawakkalil-mu`minụn)

Artinya: “Katakanlah, ’Sekali-kali tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS At-Taubah: 51).

3. Meningkatkan Rasa Takwa dan Tawakal

Dengan menyadari bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah SWT, maka ketakwaan seseorang juga akan meningkat.

Umat Islam diharapkan akan semakin rajin beribadah, seperti menambah kekhusyukan saat salat wajib, menambah salat sunah karena ingin mendapat rida Allah SWT.

4. Peristiwa dalam Sejarah:

Ada beberapa peristiwa sejarah penting yang terkait dengan bulan Safar. Salah satu contoh adalah hijrah Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah pada tahun 622 Masehi, yang juga mengawali kalender Hijriah. Meskipun peristiwa ini memiliki arti historis yang besar, penting untuk diingat bahwa tindakan ini didasarkan pada kehendak Allah dan keputusan yang diambil oleh Nabi, bukan karena bulan Safar itu sendiri.

Empat peristiwa penting bulan Safar yang wajib kita kenang adalah Pertama, peristiwa pernikahan Rasulullah Saw dengan Khadijah binti Khuwailid. Kedua, kemenangan kaum Muslimin atas pasukan Hiraklius dalam perang Haibar. Ketiga, pengangkatan Usamah bin Zaid sebagai panglima perang termuda berumur 20 tahun. Keempat, penaklukan negeri Persia dizaman khalifah Umar bin Khattab pada tahun 16 Hijriyah.

Habib Abu Bakar al-‘Adni bin ‘Ali al-Masyhur menjelaskan beberapa peristiwa penting yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dengan gamblang menyelisihi perilaku masyarakat Arab sebelum Islam.

Penjelasan ini dirangkai dalam untaian syair indah yang berjudul “Mandzumatu Syarhil Atsar fi Ma Warada ‘an Syahri Shafar” (Untaian Syair berdasarkan Riwayat Tentang Bulan Shafar).

Di antaranya, pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan istrinya tercinta, Khadijah binti Khuwailid. Rasulullah SAW juga menikahkan putrinya Fatimah az-Zahra dengan sahabat ‘Ali, hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah dan selamat dari kejaran orang musyrik, Perang Abwa yang merupakan perang pertama umat Islam, berakhir dengan kemenangan dan Perang Khaibar, umat Islam juga memenangkan perang ini. (Lihat Abu Bakar al-‘Adni bin ‘Ali al-Masyhur, Mandzumatu Syarhil Atsar fi Ma Warada ‘an Syahri Shafar, hlm. 9 dalam bab Mukhalafatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallama al-Jahiliyyah fi ‘adatihim)
(Ilham Fikri)

5. Makna Sebenarnya dalam Islam:

Dalam pandangan Islam yang murni, bulan Safar tidak memiliki pengaruh khusus terhadap nasib seseorang. Islam mengajarkan bahwa semua tindakan manusia ditentukan oleh takdir Allah. Oleh karena itu, tidak ada kepercayaan bahwa bulan ini membawa keberuntungan atau kesialan tertentu. Sebagai umat Muslim, penting untuk mengacu pada sumber-sumber ajaran yang sahih dalam Islam dan menghindari keyakinan yang tidak memiliki dasar yang kuat.

Kesimpulan:

"Bulan Safar" merupakan bulan yang memperlihatkan adanya percampuran antara pandangan agama dan tradisi budaya. Dalam Islam, tidak ada dasar untuk menganggap bulan ini sebagai bulan yang membawa sial atau hambatan khusus. Keyakinan semacam itu tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam dan sebaiknya dipahami dalam konteks kepercayaan yang sahih. Penting bagi umat Muslim untuk merujuk kepada sumber-sumber ajaran Islam yang benar-benar sahih dan menghindari mitos atau keyakinan yang tidak memiliki dasar yang kuat.

Post a Comment for "Bulan Safar: Mitos, Realitas, dan Makna dalam Islam"