Blogger Jateng

Kisah Perang Khaibar: Strategi dan Kekuatan di Balik Kemenangan Islam


Kisah Perang Khaibar: Strategi dan Kekuatan di Balik Kemenangan Islam


Sejarah Islam penuh dengan peristiwa yang menggugah, salah satunya adalah Perang Khaibar. Perang ini bukan hanya sebuah konflik militer biasa, tetapi juga menggambarkan strategi yang brilian dan kekuatan dari umat Islam yang berkembang pesat. Dalam postingan ini, kita akan menjelajahi kisah Perang Khaibar, memahami strategi yang digunakan, dan mengungkap kekuatan yang mendorong kemenangan Islam.

Latar Belakang Perang Khaibar


Perang Khaibar terjadi pada tahun 628 Masehi, beberapa tahun setelah Hijrah (migrasi) Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Khaibar adalah sebuah benteng Yahudi yang terletak sekitar 150 kilometer dari Madinah. Benteng ini menjadi pusat ekonomi dan militer bagi suku-suku Yahudi di daerah tersebut. Setelah perang Yahudi-Romawi, kaum Yahudi mulai mendiami Khaibar dan mengembangkan pertanian di tanahnya yang sangat subur. Lambat laun, posisi mereka pun sangat dominan, baik secara budaya, ekonomi, dan politik. Selain itu, orang-orang Yahudi juga membangun benteng dan menyimpan pedang, tombak, perisai, serta persenjataan lainnya. Pada akhirnya, di Khaibar berdiri banyak perkampungan Yahudi yang terpusat pada tiga wilayah, yaitu Natat, Shiqq, dan Katiba. Sementara itu, di Madinah terdapat tiga klan Yahudi yang kuat, yaitu Bani Qaynuqa, Bani Al-Nadir, dan Bani Qurayzah. Saat Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, beberapa tokoh penting yang ada mulai masuk Islam.

Dalam perkembangannya, perselisihan antara Nabi Muhammad dengan tiga klan Yahudi terkuat di Madinah tidak dapat dihindari. Dari serangkaian insiden tersebut, Bani Al-Nadir akhirnya terusir dari Madinah pada 625 dan menetap di Khaibar. Setelah terusir dari Madinah, pemimpin Bani Al-Nadir terus melakukan upaya untuk mengumpulkan sekutu guna melawan Nabi Muhammad. Cara-cara yang dilakukan adalah dengan menyogok dan menghasut klan Yahudi lainnya, hingga mengadu domba umat muslim. Para cendekiawan meyakini bahwa berbagai intrik yang dilakukan Bani Al-Nadir itulah yang menjadi penyebab Perang Khaibar. Menghadapi kenyataan tersebut, Nabi Muhammad SAW dan umat Islam di Madinah melihat Khaibar sebagai ancaman potensial terhadap kedamaian dan kestabilan wilayah mereka. Nabi Muhammad tidak mempunyai pilihan selain menyerang Khaibar.

Strategi Nabi Muhammad SAW


Pendekatan Diplomasi: Sebelum memulai serangan militer, Nabi Muhammad SAW mencoba mencapai kesepakatan damai dengan suku-suku Yahudi di Khaibar. Ini adalah langkah diplomasi yang bijaksana untuk menghindari konflik jika memungkinkan.

Pembagian Pasukan: Nabi Muhammad SAW membagi pasukannya menjadi beberapa kelompok untuk menyerang posisi strategis di Khaibar secara bersamaan. Ini mengacaukan pertahanan musuh dan membingungkan mereka.

Pemanfaatan Keahlian: Nabi Muhammad SAW memanfaatkan keahlian khusus sejumlah sahabatnya. Misalnya, Ali bin Abi Thalib digunakan untuk menghadapi seorang prajurit Yahudi yang kuat, Marhab. Ini adalah contoh bagaimana memanfaatkan keahlian individu dalam pertempuran.

Kekuatan Umat Islam


Iman dan Semangat: Umat Islam di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW memiliki iman yang kuat dan semangat perjuangan yang tinggi. Mereka yakin bahwa mereka bertempur untuk melindungi agama dan komunitas mereka.

Solidaritas: Umat Islam bersatu dalam kerja sama yang erat. Mereka membantu satu sama lain dalam menghadapi kesulitan dan mengatasi rintangan dengan bersama-sama.

Ketahanan: Perang Khaibar bukanlah pertempuran singkat. Umat Islam menunjukkan ketahanan dan keteguhan yang luar biasa dalam menghadapi pertempuran yang berkepanjangan.

Pasukan Rasulullah saw dan Jalannya Pertempuran Khaibar


Pada Maret 628 M atau 7 Hijriah, pasukan muslim yang dipimpin oleh Nabi Muhammad berangkat menuju Khaibar. Kekuatan muslim diperkirakan terdiri dari hampir 2.000 pasukan dan 200 kuda. Dibandingkan dengan kekuatan Khaibar yang mencapai 10.000 tentara, umat muslim memang kalah jumlah. Akan tetapi, pasukan muslim dapat menaklukkan jarak sekitar 150 km dari Madinah ke Khaibar dalam waktu tiga hari hingga mengejutkan pihak Yahudi. Akibatnya, klan Yahudi di Khaibar gagal membangun pertahanan yang terorganisir dan terpusat. (Sumber: kompas.com)

Dimuat oleh Situs Nu.or.id Bahwa Syekh Said Ramadhan Al-Buthi menceritakan, dalam perang ini Rasulullah saw berangkat bersama seribu empat ratus orang prajurit yang terdiri dari pasukan infantri dan kavaleri. Ketika tiba di Khaibar, Rasulullah menyeru para sahabat, “Berhentilah kalian!”

Lalu, Rasulullah berdoa, “Wahai Allah! Tuhan segala langit dan semua yang dinaunginya; Tuhan segala bumi dan semua yang dipikulnya; Tuhan segala setan dan semua yang disesatkannya; Tuhan segala angin dan semua yang diembuskannya. Sesungguhnya kami meminta kepada-Mu kebaikan kampung ini, kebaikan penduduknya, dan kebaikan semua yang ada di dalamnya. Dan, kami berlindung kepada-Mu dari keburukan kampung ini, keburukan penduduknya, dan keburukan semua yang ada di dalamnya.” “Lanjutkan langkah kalian,” serunya Nabi Muhammad dengan menyebut nama Allah!

Menurut al-Buthi, setiap kali memerangi suatu kaum, Rasulullah tidak pernah menyerang kecuali menunggu pagi datang. Jika mendengar azan, ia akan menahan serangan, dan ketika sudah tidak mendengarnya, ia akan menyerang. Oleh karena itu, Rasulullah saat itu bermalam di perbatasan wilayah Khaibar sebelum kemudian memasuki kota tersebut. Pagi harinya, Rasulullah melihat para pekerja Khaibar berangkat ke tanah pertanian mereka masing-masing sambil membawa peralatan pertanian mereka.

Ketika melihat Rasulullah, mereka berteriak, “Muhammad dan pasukannya!” dan langsung melarikan diri. Mereka hawatir Rasulullah dan semua umat Islam menghabisi para petani Khaibar. Padahal, Rasulullah tidak akan memerangi suatu kaum jika mereka tidak memerangi ajaran Islam.

Melihat reaksi penduduk Khaibar itu, Rasulullah berseru kepada para sahabat,

اللَّهُ أَكْبَرُ، خَرِبَتْ خَيْبَرُ، إِنَّا إِذَا نَزَلْنَا بِسَاحَةِ قَوْمٍ فَسَاءَ صَبَاحُ الْمُنْذَرِينَ

Artinya, “Allah Mahabesar! Hancurlah Khaibar! Jika kita masuk ke wilayah mereka, pagi ini pasti akan menjadi pagi yang buruk bagi orang-orang yang telah diberi peringatan itu.” (Al-Buthi, Fiqhus Sirah Nabawiyah, [Bairut, Darul Fikr: 2019], halaman 261-262).

Benteng Khaibar dan Awal Perang


Melihat banyaknya benteng pertahanan pasukan Khaibar, Rasulullah dan para sahabat menyepakati untuk menyerang benteng Na’im terlebih dahulu, yang merupakan pusat pertahanan pasukan Khaibar Yahudi paling utama, di samping tempatnya sangat kuat karena dihuni oleh beberapa pasukan kuat, juga terletak di tempat yang sangat strategis. Benteng ini diprakarsai oleh seorang pejuang Yahudi; Marhab, yang kekuatannya menandingi puluhan orang.

Menantu Rasulullah, Sayyidina Ali bin Abi Thalib memimpin pasukan menuju benteng tersebut, lalu orang-orang Yahudi diajak masuk Islam. Namun mereka menolak, bahkan tokoh mereka; Marhab keluar untuk menantang pasukan Islam. Tantangan tersebut langsung mendapat respon dari Sahabat Rasulullah yang bernama, ‘Ami ‘Amir, namun akhirnya ia terbunuh oleh Marhab dan gugur sebagai syahid. Kemudian Sayyidina Ali maju untuk adu duel dengan Marhab, seraya berkata:

أَنا الَّذِي سَمَتْنِي أُمِّي حَيْدَرَه *** كَلَيْثِ غَابَاتٍ كَرَيهِ المَنظَرَه

Artinya, “Akulah yang diberi nama Haidar (singa) oleh ibuku *** bagaikan singa hutan bertampang seram” (al-Mubarakfuri, ar-Rahiqul Makhtum, [Wazaratul Auqaf: 2007], halaman 370-371).

Selain sebagai salah satu panglima pada perang Khaibar, Sayyidina Ali juga salah satu andalan umat Islam dalam setiap peperangan. Kecerdikan dan kepiawaiannya sangat diakui oleh kawan dan lawan. Ternyata, dengan sekali gebrakan Sayyidina Ali dapat menghantam kepala Marhab hingga tewas seketika itu juga.

Setelah itu, sifat marah orang-orang Yahudi di Khaibar semakin memanas disebabkan terbunuhnya komandan mereka. Begitu juga dengan umat Islam, kemenangan Sayyidina Ali melawan Marhab, menjadi salah satu semangat baru yang semakin menggelora dalam jiwa-jiwa pasukan Islam.

Setelah komando Yahudi berhasil ditaklukkan, terjadilah pertempuran sengit. Kaum muslimin mendapat perlawanan berat selama beberapa hari. Namun beberapa tokoh dan pembesar Yahudi berhasil dibunuh sehingga mental perlawanan pasukan musuh semakin lemah.

Keadaan itu tidak disia-siakan oleh umat Islam. Sebagian dari mereka menyelinap masuk ke benteng as-Sha’b untuk mengepung Yahudi Khaibar yang ada di dalamnya. Dari upaya ini, umat Islam berhasil menduduki benteng tersebut.

Selanjutnya, pasukan kaum muslimin menuju benteng az-Zubair yang tidak kalah kokohnya dari benteng pertama. Di dalamnya terdapat tiga koalisi hebat, yaitu (1) benteng Qomus; (2) benteng Watih; dan (3) benteng Salalim.

Kaum muslimin melakukan penyerbuan di bawah komando Khabbab bin Munzir. Mereka mengepungnya selama tiga hari hingga mereka sangat lelah dan bekal mereka tinggal sedikit. Kedua pasukan sepakat untuk berhenti istirahat pada malam harinya.

Melihat peperangan yang tak kunjung selesai, pada malam hari Rasulullah berdoa secara khusus agar benteng ini dapat ditundukkan. Berikut teks doanya:

اللّهُمّ إنّك قَدْ عَرَفْت حَالَهُمْ وَأَنْ لَيْسَتْ بِهِمْ قُوّةٌ وَأَنْ لَيْسَ بِيَدِي شَيْءٌ أُعْطِيهِمْ إيّاهُ فَافْتَحْ عَلَيْهِمْ أَعْظَمَ حُصُونِهَا عَنْهُمْ غِنَاءً وَأَكْثَرَهَا طَعَامًا وَوَدَكًا

Artinya, “Wahai Allah! Sesungguhnya Engkau Mahamengetahui keadaan mereka, tidak ada kekuatan pada mereka, dan tidak ada dayaku, yang dapat aku berikan kepada mereka. Maka tundukkanlah benteng yang sangat kokoh ini, di dalamnya ada kecukupan serta makanan dan minyak lemak yang banyak.” (Abu ar-Rabi’ al-Andalusi, al-Iktifa min Maghazi Rasulillah wal Khulafa, [Bairut, Darun Nasyr: 2000], juz II, halaman 160).

Keesokan harinya, kaum muslimin menyerbu benteng tersebut dan akhirnya berhasil menundukkan mereka sebelum Maghrib. Dari penyerangan yang berujung kemenangan itu, pasukan umat Islam mendapatkan banyak harta rampasan (ghanimah). Namun, usaha umat Islam dalam menaklukkan benteng ash-Sha’b tidak membuat pasukan musuh jera, mereka justru melarikan diri dan berpindah pada benteng Zubair.

Melihat mereka yang lari tunggang langgang, umat Islam tidak membiarkan mereka hilang jejak dengan sendirinya. Umat Islam kembali menyerbu mereka dan mengepungnya selama tiga hari, setelah itu, keluarlah orang Yahudi dan pertempuran sengit kembali terjadi, hingga akhirnya benteng itu dapat ditundukkan dan orang Yahudi Khaibar menyerah.

Setelah penyerahan itu, orang-orang Khaibar memohon kepada Rasulullah agar mereka tetap tinggal di Khaibar untuk melakukan kegiatan pertanian seperti biasa. Mereka berdalih bahwa mereka paling tahu seluk-beluk tanah Khaibar yang telah lama mereka diami.

Sebagai imbalan atas itu, pihak Muslim berhak mendapatkan bagian dari hasil bumi Khaibar. Rasulullah menerima tawaran itu dan bersedia membuat perjanjian damai dengan musuh.

Hasilnya


Dengan strategi yang cerdik dan kekuatan yang berasal dari iman dan persatuan, umat Islam berhasil merebut Khaibar. Meskipun pertempuran ini bukan yang terbesar dalam sejarah Islam, kemenangan di Khaibar memiliki dampak penting. Ini mengukuhkan kehadiran Islam di wilayah tersebut dan membawa banyak orang Yahudi masuk Islam.

Kisah Perang Khaibar adalah salah satu contoh keberhasilan strategi militer yang dipadukan dengan kekuatan spiritual dan persatuan komunitas. Itu juga mengingatkan kita akan pentingnya diplomasi dalam menyelesaikan konflik sebelum menggunakan kekuatan militer. Perang Khaibar tetap menjadi inspirasi bagi umat Islam dan menyiratkan pesan penting tentang bagaimana menghadapi tantangan dalam hidup.

Kesepakatan setelah perang


Pertempuran Khaibar menelan 93 korban jiwa dari pihak Yahudi dan 15 orang umat muslim. Setelah pertempuran diakhiri, Nabi Muhammad dan kaum Yahudi membuat sebuah kesepakatan. Dalam kesepakatan tersebut, orang-orang Yahudi harus meninggalkan Khaibar dan menyerahkan kekayaan mereka. Sementara itu, Nabi Muhammad berjanji akan menghentikan peperangan dan tidak menyakiti orang Yahudi. Setelah Khaibar ditaklukkan, orang-orang Fadak meminta untuk diperlakukan dengan lunak, sebagai imbalan dari penyerahan diri mereka. Dengan penaklukkan kaum Yahudi di Khaibar, pengaruh Islam di Madinah pun semakin kuat.


Kesimpulan


Perang Khaibar adalah salah satu peristiwa bersejarah yang menandai perkembangan awal Islam. Strategi yang bijaksana dan kekuatan dari umat Islam menghasilkan kemenangan yang penting dalam sejarah. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya iman, solidaritas, dan ketahanan dalam menghadapi tantangan. Dengan memahami kisah Perang Khaibar, kita dapat mengambil inspirasi dan pelajaran berharga untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan kita sendiri.

Post a Comment for "Kisah Perang Khaibar: Strategi dan Kekuatan di Balik Kemenangan Islam"